Tak Kunjung Rujuk dengan Google, Huawei Luncurkan HarmonyOS

Perusahaan telekomunikasi asal China, Huawei, tercatat telah masuk daftar hitam Amerika Serikat (AS) sejak pertengahan 2019 lalu. Daftar tersebut membuat Huawei tidak diperbolehkan berbisnis dengan perusahaan AS manapun, termasuk Google. Akibatnya, ponsel-ponsel baru Huawei tidak dapat menggunakan layanan Google, seperti Gmail, YouTube, Google Maps, Google Play, dan lainnya. 

Padahal, aplikasi dan layanan Google adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem perangkat Android bagi para pengguna di luar China. Hampir semua pengguna smartphone mengandalkan layanan Google untuk download game, menonton video, browsing, atau kegiatan lain seperti membuka situs bola judi resmi.

Masuknya Huawei ke daftar hitam tersebut terjadi atas perintah Presiden AS Donald Trump yang melarang perusahaan teknologi AS untuk bekerja dengan Huawei karena tudingan soal isu keamanan.

Belakangan, pemerintah AS yang kini dipimpin oleh Joe Biden memberikan kabar terbaru menyangkut nasib Huawei di Amerika Serikat.

Juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa pemerintah AS berupaya melindungi jaringan telekomunikasi negara dari “vendor tidak terpercaya” seperti Huawei Technologies Co Ltd yang berpotensi mengancam keamanan nasional. 

Pemblokiran ini sebenarnya menyasar produk telekomunikasi Huawei, khususnya perangkat jaringan 4G/5G yang digunakan operator seluler AS. Namun, pelarangan ini turut berimbas pada produk konsumer Huawei lainnya, seperti smartphone beserta isinya.

Smartphone Huawei menjadi terlarang menggunakan layanan Google dan chipset buatan AS, seperti Qualcomm.

Meski demikian, pemerintahan Biden berniat meninjau ulang dan berkonsultasi dengan beberapa pihak terkait untuk menentukan nasib bisnis Huawei di AS.

Dengan dirilisnya sikap terbaru pemerintahan Biden ini, maka Huawei belum akan terbebas dari jeratan entity list, setidaknya dalam waktu dekat ini.

Ini berarti Google belum bisa mengizinkan smartphone Huawei menggunakan layanan Google Mobile Service (GMS). Keputusan ini memang berada sepenuhnya di tangan pemerintah AS, bukan Google.

Tindakan AS yang memutus Huawei dari perangkat lunak Google mendorong mereka untuk meluncurkan sistem operasinya sendiri, HarmonyOS. Huawei mengumumkan HarmonyOS akan mulai diluncurkan di smartphone-nya mulai bulan April 2021. Pengguna ponsel Huawei termasuk pengguna di luar China akan dapat mengunduhnya sebagai pembaruan.

HarmonyOS disebut sebagai sistem operasi yang dapat bekerja lintas perangkat dari smartphone hingga TV. 

Ponsel pertama Huawei yang akan menggunakan HarmonyOS adalah Huawei Mate X2. Setelahnya, pabrikan bakal meluncurkan sistem operasinya ke beberapa perangkat lainnya.

Pihak Huawei menjabarkan, Harmony OS sekilas tidak jauh berbeda dengan EMUI (UI Huawei) yang berbasis Android seperti yang berlaku saat ini. Secara teknis, pengoperasian dan desain antarmuka Harmony OS dinilai masih sama.

HarmonyOS 2.0 versi beta telah diluncurkan pada tahun 2020. Pengujian HarmonyOS 2.0 perdana dilakukan pada seri Huawei P40 atau Mate 30. Demo tersebut adalah untuk menampilkan kemampuan sistem. Sementara dari segi antarmuka, Huawei memastikan Harmony OS akan memiliki desain antarmuka baru yang berbeda dari Android.

President Consumer Business Software Huawei, Wang Chenglu, menegaskan, Harmony OS muncul bukan untuk menggantikan Android. Ia mengaku bahwa sistem operasi tersebut ada untuk siap bersaing dan melampaui Android.

Huawei telah merayu para pengembang untuk membuat aplikasi untuk HarmonyOS. Untuk pengguna internasional, Huawei mendesain ulang antarmuka untuk toko aplikasinya yang dikenal sebagai AppGallery dan meningkatkan fungsi navigasi. Saat ini, AppGallery Huawei memiliki lebih dari 530 juta pengguna aktif bulanan.

Huawei memiliki serangkaian aplikasi seperti pemetaan dan browser yang disebut Huawei Mobile Sevice (HMS). HMS memiliki 2,3 juta pengembang yang terdaftar di seluruh dunia. Dan di China, mampu menghadirkan aplikasi populer.

Namun, dengan dominasi Google Android dan iOS di luar China, Huawei akan memiliki tugas berat untuk meyakinkan pengguna untuk beralih.